Senin, 30 Juni 2008
A Por Ellos!! Viva Espana
Tuntas sudah penantian 40 tahun Spanyol. Gol Fernando Torres pada menit ke-33, membawa Matador menjadi Raja Eropa.
Diiringi lagu perjuangan A Por Ellos! (Mari Kalahkan Mereka) yang dinyanyikan suporter sepanjang 2x45 menit, Spanyol membuktikan kualitas mereka sebagai yang terbaik di Euro 2008. Ini adalah gelar kedua Tim Matador sepanjang sejarah. Titel pertama direngkuh Jesus Maria Pereda pada 1964.
Ratusan kembang api, serta racikan kertas yang yang dilontarkan ke udara menghiasi langit Kota Wina yang seakan larut dalam kebahagiaan pasukan Luis Aragones. Kini, Spanyol bisa mensejajarkan diri dengan kekuatan sepak bola Benua Biru lainnya seperti Jerman, yang mereka taklukkan di final Euro 2008, Italia, atau Prancis.
Euforia langsung merebak di Stadion Ernst Happel, Wina, panggung final Euro 2008. Suporter terus melantunkan lagu A Por Ellos serta Viva Espana ketika satu per satu punggawa Tim Matador menaiki panggung juara. Ernst Happel pun bergetar oleh kebahagian suporter Spanyol ketika el capitan Iker Casillas mengangkat trofi yang diserahkan oleh Presiden UEFA Michel Platini. Bersamaan dengan itu dilantunkan lagu tradisi para juara, We are The Champions, milik Queens.
Kebanggaan tidak terhapus dari wajah Aragones ketika memberikan komentar pertamanya. Gelar ini juga menjadi perpisahan terindah Aragones dengan Tim Matador. Seperti diketahui, pelatih berusia 69 tahun ini akan membesut Fenerbahce, selepas Euro 2008.
"Tim ini belajar dari pertandingan-pertandingan sebelumnya. Inilah yang membentuk mereka tampil baik pada pertandingan ini (final)," ujar Aragones selepas pertandingan. "Saya sangat bangga dengan apa yang ditunjukkan tim, kami melawan tim hebat. Ini hasil yang fantastis."
Pujian atas performa Spanyol juga datang dari nakhoda Jerman, Joachim Loew. "Spanyol merupakan tim yang paling konsisten sepanjang turnamen. Selamat kepada Spanyol yang telah memenangkan Euro 2008," tutur Loew.
Dengan diangkatnya trofi oleh Casillas, maka pesta sepak bola paling akbar tahun ini pun berakhir. Setelah tiga minggu, 31 pertandingan, dua negara tuan rumah, delapan host cities, serta 5000 sukarelawan, gerai Euro 2008 resmi ditutup.
VIENNA, Austria 2008
Minggu, 29 Juni 2008
Austria Kembali Bahagia
Satu hari jelang penutupan Euro 2008, warga Austria tidak bisa menutupi kebahagiaannya. Turnamen yang memakan waktu 22 hari yang menyiksa mereka akan segera berakhir.
Sudah diketahui warga Austria tidak terlalu antusias menyambut turnamen sepak bola empat tahunan ini. Dan, pada saat Euro 2008 berlangsung pun, hal itu tidak juga berubah. Faktor utama ketidaksenangan warga negara adalah banyaknya fasilitas umum yang dipakai untuk Euro 2008. Sehingga warga yang biasa memakai sarana tersebut harus mencari alternatif yang cukup memakan waktu dan tenaga. Terutama di hari pertandingan di mana akses di sekitar stadion ditutup. Alasan kedua adalah pestimisme mereka terhadap timnas Austria. Dan hal itu terbukti, Austria tidak mampu lolos ke babak gugur setelah jadi bulan-bulanan Grup D.
"Puji Tuhan, seluruh hal ini akan segera selesai. Saya tidak bisa membayangkan haus melalui hari-hari seperti ini lagi. Turnamen ini sangat mengganggu," ujar Tina Polster, warga Stefanplatz, Wina.
Polster mengatakan sangat mencintai Kota Wina yang menjadi ikon pariwisata. Namun, turis yang berdatangan hanya untuk Euro 2008, yang merupakan suporter sangat meresahkan. Pasalnya pada gila bola tersebut kerap berteriak-teriak, menyanyi beramai-ramai setelah atau pun menjelang laga. "Kami tidak punya masalah dengan turis. Kami menyambut mereka di kota ini. Tapi, tingkah suporter itu sangat mengganggu," imbuh Polster yang diamini rekannya, Thomas Wiegge. "Setelah tanggal 29, kehidupan normal kami akan kembali."
Ketidaksukaan warga Austria sangat terlihat, apabila ada yang bertanya pada mereka terkait Euro. Apakah itu menanyakan jalan menuju stadion atau fanzone.
Sebenarnya warga Swiss juga tidak terlalu antusias dengan turnamen ini. Walaupun, mereka lebih mendukung timnasnya daripada yang dilakukan warga Austria terhadap pasukan Josef Hickersberger.
"Kami tidak menyukai turnamen ini karena menimbulkan keributan. Warga Swiss sangat menyukai sesuatu yang tenang," ujar seorang sukarelawan di St Jakob Park, Basel.
VIENNA, Austria 2008
Sabtu, 28 Juni 2008
Indonesia? Polo Gajah?
Saling bertukar pertanyaan adalah hal lumrah bila bertemu dengan orang baru. Walau kadang kala pertanyaan tersebut sama sekali di luar dugaan.
Berasal dari Indonesia menarik perhatian banyak pihak yang terlibat dalam Euro 2008. Baik itu sesama jurnalis, sukarelawan atau staff UEFA, yang punya hajat turnamen ini. Dalam benak mereka terbang dari Asia Tenggara sekitar 15-19 jam menuju Swiss atau Austria dan meliput Euro 2008 adalah sesuatu yang luar biasa.
Karena faktor itu dan datang dari Indonesia beragam pertanyaan di luar dugaan pun muncul. "Anda dari Indonesia? Di sana terkenal dengan olah raga polo gajah bukan?" tanya seorang fotografer kebangsaan Jerman. Dengan terbingung-bingung, dijelaskan yang betul adalah sepak bola gajah, dan itu berasal dari Lampungyang berada di Sumatra, salah satu dari lima pulau terbesar di Indonesia. Polo gajah berasal dari India, walau tidak begitu popular.
Sang juru foto tampaknya masih cukup penasaran. "Hampir 85% kawasan Indonesia masih hutan bukan? Benar Orang Utan dan Bekantan berasal dari negara kamu? Dari yang saya dengar banyak piton ditemukan dimana-mana?"
Pria berusia 53 tahun tersebut, justru berbalik bingung ketika disebutkan banyak kota yang telah modern di tanah air, dan masyarakat Indonesia tidak hidup di hutan rimba. Pertanyaan mengenai Bekantan dan Orang Utan dijawab plus penyangkalan bahwa piton bisa ditemukan dimana-mana. Indonesia memang punya banyak jenis ular . Tapi, piton berada di dalam hutan, meski ada pula yang memeliharanya.
Selesai dengan pertanyaan dari orang Jerman, giliran jurnalis Italia bertanya. "Berapa jumlah penduduk di Indonesia?" Keterkejutan tidak bisa ditutupi dari wajahnya ketika mendengar angka 220 juta jiwa. "Tapi, itu jumlah yang sangat besar untuk negara yang sangat kecil."
Pembenaran bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia pun meluncur. Plus perbandingan, Pulau Jawa yang berukuran hampir sama dengan Italia daratan (tanpa pulau kecil di sekitarnya, seperti Sardinia atau Sisilia)
"Kalau begitu Indonesia adalah negara yang sangat besar," pungkas si Italiano.
BASEL, Switzerland 2008
Migrasi PSK Gagal Terjadi
Satu kekhawatiran UEFA tidak terjadi. Sepanjang Euro 2008 aktifitas prostitusi bisa dikendalikan. Awalnya UEFA khawatir bakal terjadinya migrasi wanita penghibur (PSK) ke Swiss atau Austria dari negara Eropa lainnya seperti Bulgaria, Rusia atau Albania. Maklum saja, kebanyakan PSK yang berada di Eropa Barat berasal dari daerah tersebut.
Upaya pencegahan meningkatnya jumlah PSK sepanjang turnamen pun dilakukan. Hingga penyuluhan dari sukarelawan Euro 2008 di beberapa negara perbatasan tentang bahaya penyakit menular seksual (PMS). Dianjurkan suporter yang ingin 'menggunakan jasa PSK' mengunjungi rumah bordir resmi atau beberapa tempat kasino. Di sana, para PSK telah terjamin bebas dari PMS karena terus dikontrol kondisi fisiknya oleh departemen kesehatan. Walaupun pengunaan kondom tetap harus dilakukan.
Dijelaskan seorang sukarelawan bagian dokumentasi suporter di Wina, Austria, Juni Vroonen, pengunjung beberapa kasino atau rumah bordir selama Euro 2008 memang meningkat. Terutama di host cities yang ada di Austria. Tapi, yang membuat UEFA sangat lega adalah gagal terjadinya migrasi PSK ke Swiss dan Austria.
"Berdasarkan pantauan kami, hal itu tidak terjadi. Dan, tentu saja UEFA sangat senang. Tapi, jumlah pengunjung ke rumah bordir atau pusat hiburan seperti kasino meningkat. Itu bukan sebuah kekhawatiran, karena PSK berada di bawah pengawasan departemen kesehatan," ujar Vroonen kepada saya.
Ditambahkan Vroonen, pengunjung rumah bordir menunjukkan peningkatan sejak laga pertama babak grup, dan mulai menurun setelah memasuki parai semifinal. Menurut catatannya, layanan PSK lebih banyak terjadi di Austria dibandingkan di Swiss. Perbedaannya cukup signifikan, sekitar 35%.
"Data ini masih belum fix. Tapi, aktifitas prostitusi di Austria lebih tinggi dibandingkan Swiss. Mungkin sekitar 35% lebih tinggi. Kami akan mengolah data-data ini sehingga mendapatkan jumlah yang pasti sebelum menyerahkannya pada UEFA.
BERN, Switzerland 2008
Rabu, 25 Juni 2008
Jagoan Swiss: Transportasi, Austria Andalkan Cuaca
Digelarnya satu event di dua negara menimbulkan banyak konsikuensi. Salah satunya adalah perbandingan yang tak kunjung selesai. Sarana dan prasarana menjadi isu perbandingan paling sering dilakukan. Dan, di sisi ini Swiss boleh berbangga hati karena sistem transportasi yang mengagumkan. Mengandalkan layanan kereta api dan trem sebagai fasilitas menuju stadion, boleh dibilang Swiss tidak ada celanya. Kereta menuju host cities atau antarkota tuan rumah selalu tersedia, baik yang langsung maupun yang harus menyambung di suatu stasiun. Sehingga penumpang juga tidak akan menunggu terlalu lama bila tertinggal kereta.
"Transportasi di Swiss mengagumkan. Selain tepat waktu selalu ada kereta menuju tujuan," ujar Michael, seorang pendukung Jerman.
Selain sarana transportasi, keramahan warga Swiss menjadikan nilai plus tersendiri bagi negara ini. Bila kita menanyakan jalan atau apapun akan betul-betul dilayani. Orang Swiss memang dikenal ramah. Mereka akan selalu menyapa jika berpapasan hanya untuk bilang hallo, atau gruezzi (sapaan khas Swiss).
Inilah yang tidak ditemukan di Austria. Warga negara ini cenderung kaku dan tak acuh. Cukup sulit bila menanyakan sesuatu kepada warga lokal, seperti arah menuju tempat tertentu. Bila butuh informasi lebih baik mencari pusat informasi atau menemui sukarelawan jika terkait Euro 2008.
Sarana transportasi di Austria juga tidak terlalu memuaskan seperti di negara tetangganya, Swiss. Ditambah lagi jarak antara satu kota penyelengara dengan lainnya cukup berjauhan. Jadwal pemberangkatan juga tidak sebanyak di Swiss. Di Austria bila tertinggal kereta, kita harus menunggu sekitar 2-3 jam, untuk jadwal berikutnya.
Namun, tidak selalu Swiss mengalahkan Austria dalam segala hal. Faktor cuaca misalnya. Suporter yang menonton pertandingan di dua negara lebih menyukai cuaca di Autria karean lebih hangat. Mentari bersinar cerah dari pukul 05.00 hingga 22.00. Sedangkan di Swiss, hampir sepanjang turnamen, hujan tujun. Kondisi ini membuat temperatur menjadi sangat dingin, sekitar 10-14 derajat. Ditambah lagi dengan hembusan angin cukup kencang. Cuaca di Swiss menjadi lebih hangat dua hari menjelang partai semifinal antara Jerman vs Turki.
BASEL, Switzerland 2008
Sabtu, 21 Juni 2008
Rahasia Tetap Langsing Mantan Pesepakbola Jerman
Setelah pensiun, biasanya tubuh mantan pesepakbola menjadi melar. Coba saja tengok Diego Armando Maradona, Michel Platini, Hristo Stoichkov, Roberto Baggio, atau Carlo Ancelotti. Faktor utamanya adalah karena mereka tidak lagi berolahraga secara rutin. Padahal beberapa dari mereka beralih profesi menjadi pelatih. Memang tidak semuanya, tapi kebanyakan seperti itu.
Tapi, di Jerman, hampir semua mantan pesepakbola bisa menjaga kondisi tubuhnya. Pelatih kiper Timnas Jerman, Andreas Koepke membeberkan rahasianya, setelah pertandingan perempat final Jerman kontra Portugal, Kamis (19/6).
"Kamu lihat Franz Beckenbauer. Dia tidak kelebihan berat badan. Karena mantan pemain tetap bisa menjaga kondisi tubuhnya" papar mantan penjaga gawang andalan Der Panzer –julukan Jerman kepada saya. "Demikian pula dengan Rudi Voeller, (Thomas) Hassler atau Andreas Moeller. Fisik mereka masih saja seperti dahulu. Padahal Hassler terbilang cukup gemuk saat masih jadi pemain."
Ditambahkan pria kelahiran Kiel, 46 tahun lalu tersebut, olahragawan di Jerman erbentuk untuk hidup disiplin. Karena sudah terbiasa melakukan aktifitas berolahraga maka hal itu terbawa walaupun sudah pensiun.
Apa yang dikatakan Koepke menang betul. Pada Piala Dunia, dua tahun lalu, pertanyaan serupa pernah diajukan kepada mantan penyerang Der Panzer Juergen Klinsmann. Pria yang saat itu menjadi nakhoda timnas Jerman, memang tetap langsing setelah gantung sepatu pada 2003.
"(Juergen) Klinsmann atau Joachim Loew (pelatih Jerman sekarang) juga mengikuti latihan sebagai mana pemainnya saat training session. Mereka juga kerap jogging atau berlatih dengan memakai treadmill," sambung Koepke.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Kopke. 'Saya terbiasa bangun pagi, berolah raga. Tidak meminum banyak alcohol dan memakan makanan yang tidak banyak mengandung lemak."
BASEL, Switzerland 2008
I Have to Eat (Oceanic) Fish Every Friday
Mendapatkan seluruh pertandingan perempat final berarti harus menghabiskan hampir 96 jam di kereta. Maklum saja, perjalanan dari Basel, Swiss ke Wina, Austria memakai waktu sekitar 12 jam. Begitu pula sebaliknya.
Jumat pagi-pagi sekali, sekitar pukul 05.00 waktu setempat saya sudah ada di kereta yang akan membawa ke Zurich dari Lucern. Dari kota terbesar di Swiss itu perjalanan dilanjutkan ke Wina, dengan jarak tempuh 784 km. Melawan rasa mengantuk yang amat sangat, karena tidak tidur pada malam hari sebelumnya, saya langsung merapikan kursi yang bisa diubah menjadi tempat tidur tersebut. Tanpa mengindahkan satu orang yang berada di kabin yang sama.
Rasa kantuk ditahan mati-matian, guna menunggu pemeriksaan tiket oleh kondektur. Tujuannya sangat jelas, agar bisa tidur tanpa gangguan.Sembari menunggu sang kondektur tiba dan juga pemeriksaan passport, rekan sekabin mengajak ngobrol. Ternyata dia juga seorang jurnalis yang menuju Wina untuk laga perempat final Euro 2008, antara Kroasia versus Turki, di Stadion Ernst Happel. Pria yang kemudian memperkenalkan dirinya bernama Jerzy Sasorski itu adalah wartawan harian terbesar di Polandia, Dziennik Polski.
Setelah bertukar cerita dan kondektur kereta datang, saya pun mengatakan harus tidur. Menjelang pukul satu siang, saya terbangun, dan ternyata kami baru saja tiba di Salzburg. Obrolan dengan teman baru itu pun berlanjut. Segala macam pengalaman terlontar dari pria setengah baya tersebut.
Karena belum mengisi perut sejak malam harinya, rasa lapar pun menyerang. Saya mengatakan pada Jerzy akan pergi ke kereta makan. "I think I will go too," jawabnya. Logat pria yang sudah 30 tahun menjadi jurnalis itu terdengar lucu di telinga. Pasalnya setiap dia mengatakan kata dalam bahasa Inggris dengan awalan atau akhiran 'th' yang keluar dari mulutnya adalah bunyi huruf 'f'.
Di kereta makan ternyata saya tidak menemukan menu yang cocok. Akhirnya saya hanya membeli kopi dan sebotol minuman mineral. Sementara Jerzy mencari makanan dengan bahan utama ikan. Sayangnya makan tersebut tidak ada. Respon mengejutkan diucapkan Jerzy. "I have to eat fish every Friday. Wifout (without) that I wont eat."
Saya merasa cukup aneh dengan keterangan ayah beranak dua tersebut. Tapi, saya tidak mau menanyakan lebih jauh apa alasannya. Tak lama kemudian, penumpang kelas satu dibagikan jatah makanan, yang dikemas seperti nasi kotak dalam acara perayaan di tanah air. Setelah melihat isinya, saya bilang padanya menunya ikan. Dia mengintip isi kardus dan mengatakan. "I only eat oceanic fish."
Saya kembali dibikin teraneh-aneh. Ketika tiba di Wina, kami berhenti di sebuah kios makanan, yang di depannya terpampang gambar ikan. "So, now you can eat," ujar saya pada Jerzy.
Jawaban tak terbayangkan lagi-lagi meluncur dari bibirnya. "You see a lot of German inside. It's impossible I buy anything in this store."
Tanpa diminta, cerita mengharukan dibagi Jerzy. Dia sangat membenci orang Jerman karena banyak membantai keluarganya saat kependudukan Nazi di Polandia. Akhirnya kami pun pergi ke stadion dengan perut keroncongan.
VIENNA, Austria 2008
Jumat, 20 Juni 2008
Menapaki Kampung Halaman Sepp Blatter
Krisna Diantha dan Hanna Fauzie
GERIMIS jatuh di Ulrichen, ketika kami tiba di desa kecil di kaki dataran tinggi Goms, Walis, Swiss Barat itu. Tanpa harus mengulangi pertanyaan hingga kedua kalinya, pelayan toko swalayan mungil di ujung desa itu langsung menunjukkan arah, di mana Gedenkstein, prasasti yang ditoreh tanda tangan Joseph S Blatter itu berada. “Anda lihat pot bunga kayu itu, di situlah prasasti itu,“ katanya dalam bahasa Jerman aksen Walis.
Tak salah memang, prasasti batu itu, penghormatan kepada Fredy Imstep Michlig, mantan presiden desa Ulrichen, berdiri tegak diapit dua rumah berdinding kayu. Disinilah, Michel Platini, Franz Beckenbauer, dan tentu saja, si tuan rumah, Joseph S Blatter pernah berdiri terperkur, mendaraskan doa kepada salah satu warga kehormatan desa Ulrichen.
Kami datang jauh dari Lucern, menembus jalan mengular berliku, naik turun hingga ketinggian 2400 meter dari permukaan laut, dihadang kabut, diancam longsornya salju , tentu bukan untuk berdoa sebagaimana trio legendaris sepak bola dunia itu. Kami datang untuk menyaksikan kampung halaman Jospeh S Blatter atau lebih dikenal Sepp Blatter, Presiden FIFA, di ujung Swiss yang berbatasan dengan Itali dan Prancis itu. Ulrichen adalah dimana puak klan Blatter pertama kali menetas di negeri kecil ini.
Sepp Blatter sendiri lahir dan tumbuh di Visp, sebuah kota kecil berjarak 30 km dari Ulrichen. Namun sebagaimana umumnya manusia Swiss, jejak leluhurnya selalu terlacak dengan jelas. Dan Sepp Blatter adalah tetasan dari moyang yang memang berasal dari Ulrichen. “Asal usulnya memang ya dari sini, tapi dia lahir dan tumbuh di Visp, di dataran rendah provinsi ini juga,“ kata salah satu penduduk desa kecil itu.
Ulrichen hanyalah sebuah desa kecil, namun sangat khas Swiss. Rumah rumah kayu yang dindingnya mulai menghitam karena alam, jalan aspal mulus namun bersih, serta padang rumput yang mengingatkan kita kepada film Heidi, atau The Sound of Music. Lembah nan hijau, serta sapi sapi nan gemuk, menghiasi pinggiran desa ini. Di desa ini pula, demi membalas jasa lantaran diangkat sebagai warga kehormatan, Blatter menggelar Sepp Blatter Fusball Turnier, turnamen sepak bola tahunan. “Saya selalu mengambil cuti khusus untuk turnamen ini, karena ini menyangkut nama baik saya, sebagai warga kehormatan kampung ini,“ katanya dalam situs desa Ulrichen.
Saat itulah, ketika pesta sepak bola antar kampung itu dilaksanakan, Franz Beckenbauer dan Michel Platini menerima undangan Sepp Blatter. Tak hanya menyaksikan sepak bola tarkam, namun sekaligus juga meresmikan Gedenkstein Fredy Imstepf Michlig.
Ulrichen pertama kali dihuni manusia pada abad 12. Namun sejarah resmi mencatat bahwa pada abad 17-lah, terdapat 12 jiwa. Salah satunya, ya klan Blatter itu. Klan ini tumbuh dan berkembang di Wallis, yang salah satunya lahir dan besar di Visp itu, dialah Sepp Blatter.
Dataran tinggi Goms bukanlah kawasan pegunungan yang begitu terkenal sebagaimana Interlaken, Lucern, Saint Moritz atau Davos. Hanya turis khusus yang mengenal lembah ini. Apalagi, untuk mencapainya bukan pekerjaan mudah sebagaimana turis massal. Kami harus melewati salah satu jalur pegunungan Alpen, yang kadang ditutup kadang di buka lantaran bahaya runtuhnya salju. Syukurlah, ketika kami datang, jalur itu dibuka. Cuma, kabut tebal mengepung ketika kami tiba di puncak Furka Pass, jalanan juga berair lantaran salju mulai mencair. Beberapa bongkahan es menutup separuh jalan sempit itu.
Tapi perjalanan mendebarkan itu diganti dengan kelegaan yang luar biasa. Di antara jurang yang siap menelan sopir yang ngantuk, terhampar kedahsyatan Alpen. Sungai mengular dengan air biru keputihan, lereng hijau yang dikuasai Steinbock, kambing liar bertanduk panjang, serta sisa sisa salju musim dingin yang mulai meleleh. Keindahan sekaligus kegagahan alam Alpen, mengingatkan landskap pada film Lord of The Ring : membangkitkan rasa takjub, sekaligus mengingatkan keganasan alam.
Dan di Ulrichen, keindahan Swiss itu dilanjutkan. “Di sini saya tumbuh, di sini pula nanti saya ingin dikebumikan, di kampung halaman saya,“ tutur Blatter kepada Majalah Geo suatu kali. Tak mengherankan jika Blatter bangga bisa menunjukkan kampung halamannya kepada Franz Beckenbauer dan Michel Platini, dua sahabat sekaligus legenda hidup sepak bola dunia.
Kami meninggalkan Ulrichen selepas tengah hari. Tujuan berikutnya adalah Visp, kota kecil yang hanya berpenduduk 6500 jiwa. Di kota inilah Blatter lahir, tumbuh dan mulai menancapkan namanya di kalangan selebritis Swiss. Tak seperti umumnya manusia Swiss yang rendah hati, Blatter pernah sesumbar sebagai orang Swiss paling terkenal sejagad, lantaran FIFA, organisasi yang dipimpinnya itu, dianggapnya paling digdaya, sekaligus terkenal seantero dunia. FIFA memang memiliki anggota yang melebihi anggota PPB. Sebuah surat pembaca di tabloid Swiss memprotesnya beberapa pekan kemudian. “Ngaco tuh Blatter, bukannya publik dunia lebih mengenal Federer,” tulis salah satu surat pembaca.
Visp tidaklah seindah Ulrichen, dia hanya kota biasa di antara keindahan Alpen yang mengepungnya. Visp kalah pamor dengan Zermatt dengan Matterhornnya, Sion, Mont Blanch atau St Margnity, desa tetangganya. Sebagaimana di Ulrichen, nama Blatter juga terkenal di kota ini. Tak sampai pula bertanya untuk kesekian kalinya, penduduk setempat langsung semangat begitu kami mencari Schulhaus Sepp Blatter. “Oh, jalan saja lurus melalui jalan kecil ini, tak sampai 500 meter, disitulah sekolah dasar itu,“ kata seorang kakek sambil menunjuk sebuah gang kecil beraspal kasar.
Schulhaus atau gedung sekolah itu berdiri tegak dengan halaman luas. Nama Sepp Blatter ditancapkan di dinding depan gedung sekolah dasar itu. “Karena kami memang menghormati Sepp Blatter,“ kata kakek itu ketika ditanyakan mengapa nama gedung sekolah itu diembel-embeli nama Sepp Blatter. Lagi pula, imbuhnya, saat kanak-kanak, di gedung sekolah ini pula Sepp Blatter menghabiskan sekolah dasarnya. Beberapa pelajar yang sedang latihan olah raga juga mengiyakan.
Masa kecil Sepp Blatter bukanlah masa yang kanak kanak yang mudah. Dia sampai harus berjualan di sepanjang jalan kota ini, sayur dan buah hasil dari kebun pribadinya. Ibunya juga sempat melarang Blatter kecil bermain sepak bola, namun Blatter diam diam tetap bermain sepak bola. Usia 12 tahun, orang tuanya mengirimkannya ke sekolah khusus, sekolah yang juga merangkap asrama di St Maurice. Pendidikan Universitasnya dilanjutkan di Lausanne, salah satu kota yang indah di tepi danau Jenewa.
Meskipun namanya begitu harum di kampung Ulrichen dan kota Visp, tudingan korupsi kepadanya tak pernah surut. Andrew Jennings, wartawan olah raga dari Inggris bahkan menulis buku khusus untuk masalah ini, Fouls. Wartawan lain, David Goldblatt dari surat kabar Independent juga menuliskan tudingan serupa terhadap Blatter.Goldblatt malah terang-terangan mengungkapkan bagaimana Blatter menyuap peserta kongres sebanyak 50 ribu dollar agar memilihnya kembali sebagai Presiden FIFA. Gaya hidup petinggi FIFA, disentil Goldblatt sangat bergelimang kemewahan. Namun, itu tadi, tudingan itu tak pernah terbuktikan hingga sekarang.
Bahkan Blatter pernah ngambek dalam jumpa pers lantaran kehadiran Jenning di ruangan yang sama. Jumpa pers itu langsung dihentikan dan Jenning diusir dari ruangan. Blatter juga menang di pengadilan ketika mensomasi penuding – penuding itu.
Di kampung halamannya, selama tudingan itu tidak terbukti, Blatter tetaplah warga kebanggaan di dataran tinggi Goms. “Er ist ein guter Mann, dia seorang yang baik, “ kata kakek bertopi merah itu. Sampai sekarang, jika Blatter pulang kampung, dan kangen atmosfir Visp, dia biasanya mendatangi resto kegemarannya. "Orang-orang akan berdiri, bertepuk tangan untuk dia, warga kehormatan kota ini,“ kata Walter Salzman, sahabat masa kecilnya.
VISP, Switzerland 2008
Sabtu, 14 Juni 2008
Harum, Stlylish dan Tampannya Pasukan Gli Azzurri
Menunggu pemain Italia setelah pertandingan dibutuhkan kesabaran. Pasalnya, Gianluigi Buffon dkk memerlukan waktu cukup lama untuk merapikan diri setelah beraksi di lapangan.
Bila pertandingan selesai pukul 20.00, maka paling cepat para punggawa Gli Azzurri akan keluar dua jam berselang. Namun, kondisi ini tidak dikeluhkan oleh jurnalis yang sabar menanti mereka. "Pemain Italia selalu membutuhkan waktu paling banyak untuk merapikan diri," ujar wartawan asal Albania, Driton Latifi. "Mereka tidak mungkin keluar hanya setelah mandi. Rambut, pakaian semuanya harus sempurna. Itulah para pemain Italia."
Sekitar dua jam berikutnya, di areal mixed zone tercium aroma yang sangat maskulin. "Dapatkah Anda mencium itu? Ini tandanya sebentar lagi pemain Italia akan keluar," ujar seorang wartawan pada rekannya.
Betul saja. Muncul pertama bomber jangkung Luca Toni. Punggawa Bayern Munich ini langsung memasang senyum di wajahnya. Rambut ikalnya disisir ke belakang. Badan atletisnya dibalut kaos Italia berwana putih dengan celana senada. Terlihat tambah gaya dengan jaket yang diikatkan di pinggangnya. Sayang, mantan punggawa Fiorentina dan Palermo ini menolak memberikan komentar terkait pertandingan. Dia hanya melaju dan sesekali berhenti agar jurnalis bisa mengabadikan dirinya lewat kamera.
Beberapa saat kemudian, pemain Italia, Alessandro Del Piero, Gianluca Zambrotta, Daniele De Rossi, Marco Amelia dan Mauro Camoranesi bermunculan. Gaya mereka kurang lebih sama. Berjalan tegap penuh percaya diri, wajah diangkat menatap ke depan, rambut klimis disisir ke belakang, dan jenggot serta kumis yang dibentuk rapi. Dan tak ketinggalan, sangat harum.
Bagi yang meladeni pertanyaan wartawan, pemain Italia itu berhenti sejenak. Namun, meski tengah diwawancara, Del Piero atau Zambrotta misalnya sesekali menengok ke arah jurnalis yang lain dan tersenyum lalu mengangguk. Yang tidak mau berkomentar tetap saja bergaya. Amelia misalnya. Penjaga gawang masa depan Italia ini melambaikan tangannya ketika berjalan, atau berpose seperti layaknya superstar Hollywood di karpet merah.
Namun ada satu pengecualian terhadap semua paparan di atas. Gelandang AC Milan Gennaro Gattuso menjadi satu-satunya pemain Italia yang kurang stylish. Walau tetap harum seperti pemain yang lain, Gattuso tidak menyisir rambutnya dengan rapi. Tidak hanya itu, mantan pemain Glasgow Rangers ini juga berewokan, dengan kumis dan jenggot yang tak tertata.
Ketika pemain Italia seluruhnya sudah memasuki bus, yang diparkir di samping areal mixed zone, hanya ada satu yang tertinggal: aroma parfum maskulin mereka.
ZURICH, Switzerlad 2008
Selasa, 10 Juni 2008
Wenger dan Senyum Ramahnya
Selain sengitnya duel Prancis kontra Rumania, ada sosok lain yang menjadi perhatian di media tribun Stadion Letzigrund, Zurich. Duduk bersama wartawan lainnya adalah salah satu pelatih klub terbaik di Eropa Arsene Wenger.
Nahoda Arsenal tersebut terlihat sibuk dengan
microphone dan peralatan lainnya. Usut punya usut ternyata pelatih kelahiran Strasbourg ini tengah melakoni usaha sampingan menjadi komentator saluran televisi Prancis. Saya yang berada cukup dekat dengan Wenger langsung merapat. Wenger yang pada sore itu memakai setelan jas berwarna hitam plus kemeja abu-abu muda yang dipadankan dengan dasi abu-abu tua itu menyambut.
"Duduk di sini," ujarnya sembari menepuk kursi kosong di sebelah kanannya. "Anda wartawan juga kan? Mereka tidak akan apa-apa (menunjuk empat pria yang bertugas menghalau pengganggu Wenger)."
Saya pun menerima tawaran Wenger. Tanpa diminta berbagai penjelasan meluncur dari bibirnya. "Saya disini sedang menjadi komentator untuk salah satu televisi Prancis. Namun, saya hanya pendamping. Komentator utamanya ini (menepuk seorang pria berusia 60 tahunan di sebelah kirinya). Anda berasal dari mana?" Wenger balik bertanya.
Setelah dijelaskan berasal dari Indonesia, pelatih berusia 58 tahun ini menjadi penasaran. "Jauh sekali. Berapa jam Anda terbang untuk datang ke sini? Apakah di sana ada tayangan turnamen ini?"
Saya menjawab pertanyaan Wenger dengan komplit. Ditambahkan juga bahwa di tanah air setiap pekannya ditayangkan berbagai liga di Eropa serta siaran turnamen sepak bola seperti Euro, Piala Dunia atau Copa America. Kepada mantan pelatih AS Monaco itu juga dijelaskan, bahwa tim besutannya, Arsenal, menjadi salah satu tim Liga Primer dengan suporter terbanyak di Indonesia. "Apakah itu betul? Menarik sekali. Saya gembira mendengarnya,"
Wenger tertawa ketika ditanyakan ingin mengintip Samir Nasri (pemain timnas Prancis yang dilirik Arsenal). "Dasar jurnalis. Selalu bisa menghubungkan segala sesuatu," ujarnya sembari menepuk bahu saya. "Saya suka gaya dia bermain. Kita lihat saja nanti."
Selama berbicara senyum tidak lepas dari wajah Wenger. Tidak hanya itu, dia juga selalu membalas melambaikan tangan bila ada orang yang menyapa atau tersenyum padanya.
ZURICH, Switzerland 2008
Kamis, 05 Juni 2008
Sepinya Gedung FIFA
Bertandang ke Zurich kurang lengkap rasanya bila tidak mengunjungi gedung Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Bangunan organisasi yang dipimpin Sepp Blatter ini sangat asri, luas dan sepi.
FIFA berada di dekat lereng gunung dan Kebun Binatang Zurich. Di samping kanannya ada gedung rektorat Universitat Zurich. Untuk ukuran gedung salah satu organisasi terpenting di dunia, seharusnya tempat ini memiliki penjagaan ketat. Namun anehnya, ketika SINDO mengunjungi FIFA tidak ditemukan satupun penjaga. Mungkin bila dibandingkan dengan mini market yang ada di Jakarta sekuritinya kalah banyak.
Gedung FIFA yang terletak di Fifastrasse (Jalan Fifa) seperti berada di tengan sebuah taman besar. Gedung setinggi tiga lantai itu sangat kokoh dengan balutan granit hitam Italia. Di sisi kanan gedung terdapat lapangan sepak bola yang dikelilingi oleh bendera negara anggota FIFA. Yang pada saat itu sedang digunakan tim sepak bola Universitat Zurich untuk berlatih.
Resepsionis gedung memperbolehkan saya masuk. Hanya saja tidak diperkenankan mengambil gambar. "Sepp Blatter tidak datang setiap hari. Dia juga tidak ada sekarang. Dia dan anggota dewan lainnya sedang melakukan konfrensi. Tapi dia akan kembali ke Swiss sebelum turnamen (Euro 2008)," Maria Sterling, sang resepsionis.
Yang paling menarik dari gedung ini adalah tamannya yang sangat luar. Karena saat ini adalah musim panas, maka berbagai bunga dari mulai dadofil, krisan, daisy, mawar serta sejumlah lainnya mewarnai gedung yang telah menjadi markas FIFA sejak 1929 tersebut.
Diungkapkan kepala kebun gedung FIFA, Rudiger, di awalmusim panas adalah masa paling sibuk. Karena saat inilah bunga mulai bermekaran dan harus diatur sehingga komposisisnya menarik dipandang mata.
"Setelah musim dingin dan semi biasanya beberapa tanaman akan rusak. Kami menggantinya dan beberapa jenis bunga akan bermekaran. Itu akan sangat indah. Warna-warni bunga berpadu dengan warna hitam gedung itu (gedung utama FIFA)," jelas Rudiger. "Sepp Blatter juga kerap jalan-jalan di taman ini. Dia sangat menyukai bunga."
Rudiger juga menjelaskan biasanya pada musim panas berbagai perbaikan dilakukan. Saat saya berkunjung tampak beberapa tukang tengah memperbaiki tempat parkir yang berada di bawah gedung utama. "Musim dingin biasanya membuat beberapa bagian lembab sehingga menimbulkan noda di tembok. Kini mereka (tukang) sedang merenovasi tempat parkir."
ZURICH, Switzerland 2008
Selasa, 03 Juni 2008
Romantisme dan Seksinya Musim Panas di Benua Biru
Summer alias musim panas menjadi favorit warga Swiss, bahkan Eropa. Terpaan hangatnya mentari membuat orang-orang lebih bahagia dan bergairah. Penelitian yang dilakukan Universitat Zurich tahun lalu mengungkapkan orang Swiss lebih ramah di musim panas dibandingkan musim lain. Terutama musim dingin. "Saat winter (musim dingin) warga Swiss seperti depresi dan tidak ramah. Tidak ada gairah dan kegembiraan," ungkap Shierra, warga Kota Zug.
Penyebab kemurungan masyarakat salah satu negara terkaya di dunia ini adalah hilangnya sinar matahari sepanjang musim dingin. Penelitian tersebut dikuatkan oleh pernyataan para istri atau kekasih. Mereka mengatakan pasangannya lebih romantis di saat musim panas. Para pria lebih sering memberikan hadiah atau bunga dibandingkan musim lain. Karenanya kehidupan rumah tangga lebih harmonis ketika musim panas. "Segalanya begitu indah di musim panas," kata seorang ibu berusia 34 tahun, Diane.
Namun yang paling membuat musim panas berbeda banyaknya
wanita yang berjemur untuk mencoklatkan kulitnya. Dan,aktifitas nirbusana pun bisa ditemukan dimana-mana. Di Zurich misalnya. Luasnya Danau Zurich dimanfaatkan pengelola untuk membuat tempat berjemur. Dengan harga 18 Swiss Franc (CHF) (sekitar Rp167,400) untuk lima jam atau 23 CHF (sekitar Rp213,900) untuk mandi sinar mentari selama delapan jam. Biasanya tempat penjemuran ini dibuka mulai pukul sembilan pagi.
Di salah satu tempat menjemur di Danau Zurich, 'La Paradise' banyak wanita muda tak ragu menanggalkan seluruh pakaiannya agar kulit mereka terbakar merata. Namun, ada pula yang masih memakai bikini. Di beberapa sisi danau ada yang lebih ekstrim. Sejumlah kelompok remaja berjemur di tempat duduk dan taman yang difasilitasi Pemkot Zurich. Mereka menikmati terpaan sinar matahari walaupun tak sampai tiga meter sudah jalan raya dan hanya memakai kacatama berwarna gelap saja.
Aksi missal mencoklatkan kulit ini dilakukan para wanita atau gadis remaja karena pria lebih suka warna yang tidak terlalu pucat. "Kulit coklat dan merata sangat seksi. Karena itu saya suka sekali berjemur di musim dingin agar kulit saya terbakar dan menjadi gelap," jelas Sarah Unold kepada saya saat baru selesai berjemur di La Paradise.
Suhu udara di siang hari yang bisa sampai mencapai 25 derajat cukup memuaskan para wanita tersebut. Padahal hingga awal pekan lalu temperatur masih berkisar 17-19 derajat.
ZURICH, Switzerland 2008
Minggu, 01 Juni 2008
Asiknya Jadi Sukarelawan Euro 2008
Sudah menjadi rahasia umum bila sukarelawan bekerja tanpa dibayar. Tapi bukan berarti volunteers tersebut tidak mendapatkan balasan yang setimpal.
Sukarelawan Euro 2008 misalnya. Pekerja sosial yang rata-rata merupakan mahasiswa/mahasiswi atau pensiunan tersebut mendapatkan bayaran yang sesuai selama terlibat dalam turnamen empat tahunan ini. Walaupun bukan dalam bentuk uang, balasan yang mereka terima sangat melimpah.
Ketika seseorang diterima menjadi sukarelawan untuk Euro 2008, dia akan mendapatkan pakaian yang terdiri dari kaos dan celana panjang seharga 600 Swiss Franc (CHF) (sekitar Rp5,850 juta). Paket yang terdiri dari enam setel pakaian itu masih ditambah dengan sepatu yang dibuat khusus Adidas untuk Euro 2008, dengan harga 120 CHF (sekitar Rp1,116 juta). Tidak hanya itu ada juga enam pasang kaos kaki yang masing-masing harganya mencapai 10 CHF (sekitar Rp93000), juga dari Adidas. Perusahaan yang dirintis Adolf Dassler ini juga menyediakan jaket serta tas ransel untuk setiap sukarelawan. Bila ditotalkan harga jaket dan tas mencapai 500 CHF (sekitar R465000). Seperti diketahui apparel Jerman tersebut merupakan salah satu sponsor utama Euro 2008 yang akan berlangsung mulai 7-29 di Swiss dan Austria.
"Adidas menyediakan ini untuk kami. Apa yang diberikan panitia untuk kami sangat berarti," ujar Volunteers Trainee Divisi Zurich, Deborah Stotz.
Selain pakaian dan perlengkapannya, para sukarelawan juga diberi kupon makan dari restoran yang juga menjadi partner Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) dalam Euro kali ini. Mereka di setiap bulannya akan diberi 60 lembar kupon. Artinya dalam sehari mereka mendapat makan dua kali. Tidak hanya itu mereka juga diberi kupon minuman. Hebatnya kupon ini bisa ditukarkan dimana saja seluruh Swiss atau Austria untuk mendapatkan sebotol minuman bersoda atau air mineral. Para volunteers ini juga bebas naik kereta jenis apa saja dari mana saja tanpa harus membayar sesen pun. Demikian juga bila mereka memakai jasa trem. Untuk urusan komunikasi, Swisscom menyediakan nomor, pulsa berserta pesawatnya untuk masing-masing sukarelawan. Dan, seminggu sekali, panitia Euro 2008 membuatkan pesta di volunteers center untuk menghilangkan penat para pekerja sosial ini.
ZURICH, Switzerland 2008
Langganan:
Postingan (Atom)